
Rupiah menjadi salah satu mata uang yang nilainya hampir selalu berada di bawah banyak mata uang global, misalnya dolar Amerika Serikat (AS), euro, dan poundsterling. Kondisi ini terjadi tentu bukan tanpa sebab.
Baca Juga: Kenapa Nilai Uang Rupiah Lebih Rendah dari Dolar AS?
Mengutip laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai rupiah pernah berada pada Rp1.997 di tahun 1991. Namun, kekuatan ini tidak bertahan lama hingga mengalami puncaknya pada Juni 1998 saat nilai rupiah jatuh pada angka Rp16.650. Akibatnya, terjadi krisis moneter.
Setelah mengalami masa sulit, Indonesia akhirnya bangkit dengan nilai rupiah mencapai Rp8.500 pada 2010-2012. Namun, pada akhir April 2018, nilai Rupiah lagi-lagi melemah menjadi Rp13.800 akibat penguatan nilai dolar secara global. Bahkan, di bulan Maret 2020 saat pandemi Covid-19, nilai tukar rupiah mencapai Rp16 ribu.
Lemahnya nilai rupiah tak hanya terjadi terhadap dolar AS, tetapi juga terhadap beberapa mata uang global lainnya. Penyebabnya pun bermacam-macam, baik faktor internal maupun eksternal. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan nilai rupiah rendah.
1. Rendahnya Minat Investasi Asing
Rendahnya nilai rupiah tidak terlepas dari sedikitnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Misalnya, saat sedang diguncang pandemi Covid-19, banyak investor asing menarik diri untuk menghindari risiko. Semakin banyak investor asing yang menarik diri, suplai mata uang global, misalnya dolar AS, akan semakin berkurang. Akibat terbatasnya suplai, harga mata uang tersebut menjadi semakin mahal dibandingkan mata uang rupiah.
2. Rendahnya Komoditas Ekspor
Ekspor sangat penting bagi sebuah negara. Rendahnya permintaan barang ekspor pun akan berdampak pada neraca perdagangan. Jika ekspor turun, rupiah akan semakin melemah. Jadi, untuk menguatkan nilai rupiah, permintaan ekspor harus semakin bertambah.
3. Tingginya Tingkat Impor
Tentu saja nilai ekspor berbanding terbalik dengan impor. Semakin rendah nilai impor, nilai rupiah akan meningkat. Sebaliknya, semakin besar tingkat impor, semakin banyak dolar yang dibutuhkan sebagai alat pembayaran khususnya barang konsumsi, sehingga berdampak pada pelemahan rupiah.
Sayangnya, ketergantungan impor di Indonesia masih tinggi. Misalnya, ketika harga minyak dunia naik, tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) mengakibatkan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah ikut meningkat.
Penulis/Editor: Citra Puspitaningrum
Tag Terkait: