
Kemajuan teknologi menyebabkan banyak aspek kehidupan saat ini beralih ke platform digital, termasuk dalam urusan cinta. Tak sedikit orang berusaha mencari jodoh melalui dunia maya. Perkembangan media sosial dan aplikasi kencan online pun semakin memudahkan kita mengenal banyak orang baru. Sayangnya, fenomena ini ikut ditunggangi oleh para penipu yang menggunakan modus love scam untuk mendulang rupiah.
Melansir laman FBI, love scam atau romance scam merupakan modus penipuan di mana penjahatnya menggunakan identitas palsu di dunia maya untuk mendapatkan cinta dan kepercayaan korban. Si penipu lantas memanfaatkan ilusi hubungan romantis itu untuk memanipulasi dan mencuri harta korban. Salah satu contoh yang paling melegenda adalah Simon Leviev dalam film dokumenter berjudul The Tinder Swindler. Berkenalan dengan banyak wanita di aplikasi kencan online Tinder, ia mengaku sebagai putra konglomerat berlian dan menggondol sekitar USD 10 juta dari para "kekasihnya".
Baca Juga: Kenapa Orang Tertarik Menggunakan Aplikasi Kencan Online?
Fenomena love scam pun semakin marak belakangan ini. Pada 2020, jumlah love scam melonjak 50 persen dengan kerugian mencapai USD 304 juta di Amerika Serikat (AS), melansir Psychology Today. Tak hanya kehilangan uang, para korban juga menerima stigma bodoh karena jadi lemah saat jatuh cinta. Padahal, penyebabnya tidak sesederhana itu.
Dr. Helen Fisher dari Rutgers University menggolongkan cinta ke dalam 3 kategori: nafsu, ketertarikan, dan keterikatan. Masing-masing dimainkan oleh hormon tersendiri. Nafsu terkait dengan testosteron dan estrogen. Ketertarikan dipengaruhi oleh dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Sementara itu, keterikatan terkait dengan oksitosin dan vasopresin.
Karena sebagian besar love scam tidak didasarkan pada janji seks, nafsu tampaknya tidak berperan di dalamnya. Namun, ketertarikan dan keterikatan punya peran yang jelas terlihat.
Dopamin diproduksi oleh hipotalamus dan dilepaskan untuk membuat kita merasa nyaman. Saat dopamin mengalir, kita mengalami pelepasan norepinefrin. Bersama-sama, zat kimia ini memberi kita energi yang membuat kita merasa dimabuk cinta. Semua yang pernah merasakannya pasti tahu bahwa kita dapat membuat keputusan yang cukup gegabah saat dimabuk asmara.
Kemudian, begitu perasaan ini berpindah ke fase keterikatan, terjadi pelepasan oksitosin yang juga diproduksi oleh hipotalamus. Zat kimia ini berperan saat kita merasa terikat dan percaya pada seseorang.
Fisher menemukan bahwa memiliki terlalu banyak dopamin dapat menyebabkan perilaku irasional dan pengambilan keputusan yang buruk. Hal ini sejalan dengan temuan Dr. Paul Zak dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam bukunya, The Moral Molecule, tentang cara kerja oksitosin. Ia menemukan bahwa ketika orang merasa dipercaya oleh orang lain, otak melepaskan oksitosin dan keterikatan itu dapat menciptakan ikatan kepercayaan yang menjadi sangat kuat.
Kesimpulannya, menjadi korban love scam tidak ada hubungannya dengan kebodohan seseorang, mudah tertipu, atau tidak berpikir kritis. Ini tentang seseorang yang menjadi manusia dan kemanusiaannya dieksploitasi oleh orang jahat.
Penulis/Editor: Citra Puspitaningrum
Tag Terkait: