
Menjadi superstar adalah idaman hampir semua orang di dunia. Terkenal, bergelimang harta, dan memiliki berbagai privilege adalah alasannya. Namun, banyak bintang K-Pop yang mengungkapkan keadaan sebaliknya.
Melansir Korea Herald, nama-nama besar seperti Jonghyun Shinee, Choa AOA, sampai RM BTS secara gamblang pernah mengatakan bahwa dirinya mengalami tekanan mental. Beberapa di antaranya bahkan memutuskan untuk mengakhiri hidup meninggalkan karir yang sedang cemerlang.
Dengan keadaan hidup yang menjadi impian banyak orang, kenapa bintang K-Pop justru rentan mengalami gangguan mental?
Baca Juga: Kenapa Vape Berbahaya Bagi Kesehatan Mental Remaja?
Melansir Korea Herald, Kim Byung Soo seorang psikiater Asan Medical Center menyebut bahwa bintang yang melakukan kegiatan kreatif dan artistik justru memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi. Hal itu karena mereka cenderung mudah berubah suasana hati. Selain itu, mereka kerap mendapatkan sesuatu yang emosional.
Kim juga menyebut bahwa bintang cenderung memiliki identitas sosial yang menutupi identitas asli mereka. Hal itu membuat mereka akan semakin kehilangan jati diri ketika semakin terkenal dan didambakan oleh penggemar. Sebagai entertainer, para bintang akan berusaha memenuhi ekspektasi penggemar meskipun itu berbeda dari karakter mereka sendiri.
Ketika bintang memutuskan untuk hanya memiliki satu identitas saja, maka mereka akan cenderung mempertahankan identitas sosialnya ketimbang identitas asli. Hal itu dilakukan dengan cara melupakan masa lalu yang membentuk jati diri setiap bintang.
Keputusan tersebut akan membuat superstar K-Pop manapun menjadi merasa kesepian. Sebab, mereka telah memutus memori masa lalu dan tidak mudah untuk berhubungan dengan orang baru. Meskipun akan menciptakan keriuhan ketika tampil di atas panggung, tetapi sebenarnya mereka sulit untuk menemukan teman dekat ketika telah menjadi bintang.
Baca Juga: Kenapa Menggunakan Filter Cantik di Media Sosial Berbahaya bagi Kesehatan Mental?
Kim juga menyebut bahwa umumnya para bintang akan bersikap defensif kepada orang lain yang mendekat. Mereka khawatir bahwa seseorang yang mendekat hanyalah ingin memanfaatkan penampilan atau reputasi mereka. Tekanan itu semakin bertambah ketika pihak keluarga juga memandang tinggi reputasi dan privilege lain yang dimiliki oleh sang bintang.
Fatalnya, seorang bintang justru mengalami kesulitan akses untuk berobat ke klinik kejiwaan karena menghindari paparan media. Meskipun beberapa agensi telah menyediakan psikiater pendamping, hal itu tidak optimal untuk beberapa bintang.
Penulis/Editor: Amry Nur Hidayat